Teater Tradisional Mamanda
Di daerah Kalimantan Selatan, terdapat seni pertunjukan tradisional yang bisa bertahan karena
kemampuannya mengadaptasi perkembangan sosial dan budaya bahkan juga teknologi lingkungannya.
Teater ini disebut Mamanda. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati
dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan. Mamanda bersifat kerakyatan. Pada tahun 1897,
datanglah di Banjarmasin, Komidi Abdoel Moeloek dari Malaka. Komidi Bangsawan ini memiliki pengaruh
besar terhadap teater tradisional di Kalimantan Selatan. Karena sebelum kedatangan Abdoel Moeloek
yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan
mengadakan pertunjukan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah
beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda“. Cerita Mamanda
memiliki cerita yang menarik, sebagaimana umumnya teater tradisional yang telah memiliki tokoh yang
pasti dan harus ada dalam pertunjukannya yang kemudian ditambah tokoh-tokoh lainnya sesuai
perkembangan cerita. Pada mulanya pertunjukannya selama semalam suntuk, namun karena mulai
banyak "keluhan" maka pertunjukan berdurasi 3 sampai 5 jam saja.
Mamanda juga memiliki fleksibilitas dalam proses pertunjukannya, ia bisa menggunakan naskah
secara utuh sebagaimana teater modern tapi juga bisa hanya menggunakan plot/ alurcerita saja yang
kemudian dikembangkan oleh para pemainnya dengan bakat improvisasi masing-masing. Tokoh-tokoh
mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan
Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain
sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah
lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Sebelum pertunjukan dimulai dibacakan sinopsisnya,
di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan
gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaborasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan
selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan
segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukan hiburan tari atau
musik.
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai
daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau
bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan.
Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar. Pertunjukan
Mamanda mempunyai nilai budaya, yaitu pertunjukan Mamanda disamping merupakan sebagai media
hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik
tentang sejarah kehidupan, contoh tauladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat
membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar. Bermula, Mamanda mempunyai
pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang
beralih dengan iringan musik panting dengan endendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu
Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Nasi, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut, dan
Lagu Mandung-Mandung.
kemampuannya mengadaptasi perkembangan sosial dan budaya bahkan juga teknologi lingkungannya.
Teater ini disebut Mamanda. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati
dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan. Mamanda bersifat kerakyatan. Pada tahun 1897,
datanglah di Banjarmasin, Komidi Abdoel Moeloek dari Malaka. Komidi Bangsawan ini memiliki pengaruh
besar terhadap teater tradisional di Kalimantan Selatan. Karena sebelum kedatangan Abdoel Moeloek
yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan
mengadakan pertunjukan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah
beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda“. Cerita Mamanda
memiliki cerita yang menarik, sebagaimana umumnya teater tradisional yang telah memiliki tokoh yang
pasti dan harus ada dalam pertunjukannya yang kemudian ditambah tokoh-tokoh lainnya sesuai
perkembangan cerita. Pada mulanya pertunjukannya selama semalam suntuk, namun karena mulai
banyak "keluhan" maka pertunjukan berdurasi 3 sampai 5 jam saja.
Mamanda juga memiliki fleksibilitas dalam proses pertunjukannya, ia bisa menggunakan naskah
secara utuh sebagaimana teater modern tapi juga bisa hanya menggunakan plot/ alurcerita saja yang
kemudian dikembangkan oleh para pemainnya dengan bakat improvisasi masing-masing. Tokoh-tokoh
mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan
Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain
sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah
lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Sebelum pertunjukan dimulai dibacakan sinopsisnya,
di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan
gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaborasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan
selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan
segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukan hiburan tari atau
musik.
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai
daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau
bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan.
Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar. Pertunjukan
Mamanda mempunyai nilai budaya, yaitu pertunjukan Mamanda disamping merupakan sebagai media
hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik
tentang sejarah kehidupan, contoh tauladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat
membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar. Bermula, Mamanda mempunyai
pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang
beralih dengan iringan musik panting dengan endendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu
Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Nasi, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut, dan
Lagu Mandung-Mandung.